Sejarah Peringatan Hari Buruh, Dunia dan Indonesia

0
1178

Jakarta, Malanesianews, – Hari Buruh lahir dari berbagai rentetan perjuangan kelas pekerja untuk meraih kendali ekonomi-politis hak-hak industrial. Perkembangan kapitalisme industri di awal abad 19 menandakan perubahan drastis ekonomi-politik, terutama di negara-negara kapitalis di Eropa Barat dan Amerika Serikat. Pengetatan disiplin dan pengintensifan jam kerja, minimnya upah, dan buruknya kondisi kerja di tingkatan pabrik, melahirkan perlawanan dari kalangan kelas pekerja.

Ada dua orang yang dianggap telah menyumbangkan gagasan untuk menghormati para pekerja, Peter McGuire dan Matthew Maguire, seorang pekerja mesin dari Paterson, New Jersey.

Pada tahun 1872, McGuire dan 100.000 pekerja melakukan aksi mogok untuk menuntut mengurangan jam kerja. McGuire lalu melanjutkan dengan berbicara dengan para pekerja and para pengangguran, melobi pemerintah kota untuk menyediakan pekerjaan dan uang lembur.

Sebuah persatuan yang terdiri atas tukang kayu di Chicago didirikan Pada tahun 1881 oleh McGuire, dengan dirinya sebagai Sekretaris Umum dari “United Brotherhood of Carpenters and Joiners of America”. Ide untuk mengorganisasikan pekerja menurut bidang keahlian mereka kemudian merebak ke seluruh negara.

McGuire dan para pekerja di kota-kota lain merencanakan hari libur untuk Para pekerja di setiap Senin Pertama Bulan September di antara Hari Kemerdekaan dan hari Pengucapan Syukur.

Pada tanggal 5 September 1882, parade Hari Buruh pertama diadakan di kota New York dengan peserta 20.000 orang yang membawa spanduk bertulisan 8 jam kerja, 8 jam istirahat, 8 jam rekreasi. Maguire dan McGuire memainkan peran penting dalam menyelenggarakan parade ini. Dalam tahun-tahun berikutnya, gagasan ini menyebar dan semua negara bagian merayakannya.

Kongres Internasional Pertama diselenggarakan pada September 1866 di Jenewa, Swiss, dihadiri berbagai elemen organisasi pekerja belahan dunia. Kongres ini menetapkan sebuah tuntutan mereduksi jam kerja menjadi delapan jam sehari, yang sebelumnya (masih pada tahun sama) telah dilakukan National Labour Union di AS: Sebagaimana batasan-batasan ini mewakili tuntutan umum kelas pekerja Amerika Serikat, maka kongres mengubah tuntutan ini menjadi landasan umum kelas pekerja seluruh dunia.

Satu Mei ditetapkan sebagai hari perjuangan kelas pekerja dunia pada Kongres 1886 oleh Federation of Organized Trades and Labor Unions untuk, selain memberikan momen tuntutan delapan jam sehari, memberikan semangat baru perjuangan kelas pekerja yang mencapai titik masif di era tersebut. Tanggal 1 Mei dipilih karena pada 1884 Federation of Organized Trades and Labor Unions, yang terinspirasi oleh kesuksesan aksi buruh di Kanada 1872 [1], menuntut delapan jam kerja di Amerika Serikat dan diberlakukan mulai 1 Mei 1886.

Peristiwa Haymarket

Pada tanggal 1 Mei tahun 1886, sekitar 400.000 buruh di Amerika Serikat mengadakan demonstrasi besar-besaran untuk menuntut pengurangan jam kerja mereka menjadi 8 jam sehari. Aksi ini berlangsung selama 4 hari sejak tanggal 1 Mei.

Pada tanggal 4 Mei 1886. Para Demonstran melakukan pawai besar-besaran, Polisi Amerika kemudian menembaki para demonstran tersebut sehingga ratusan orang tewas dan para pemimpinnya ditangkap kemudian dihukum mati, para buruh yang meninggal dikenal sebagai martir. Sebelum peristiwa 1 Mei itu, di berbagai negara, juga terjadi pemogokan-pemogokan buruh untuk menuntut perlakukan yang lebih adil dari para pemilik modal.

Kongres Sosialis Dunia

ihaymar001p1

Pada bulan Juli 1889, Kongres Sosialis Dunia yang diselenggarakan di Paris menetapkan peristiwa di AS tanggal 1 Mei itu sebagai hari buruh sedunia dan mengeluarkan resolusi berisi:

Sebuah aksi internasional besar harus diorganisir pada satu hari tertentu dimana semua negara dan kota-kota pada waktu yang bersamaan, pada satu hari yang disepakati bersama, semua buruh menuntut agar pemerintah secara legal mengurangi jam kerja menjadi 8 jam per hari, dan melaksanakan semua hasil Kongres Buruh Internasional Prancis.

Resolusi ini mendapat sambutan yang hangat dari berbagai negara dan sejak tahun 1890, tanggal 1 Mei, yang diistilahkan dengan May Day, diperingati oleh kaum buruh di berbagai negara, meskipun mendapat tekanan keras dari pemerintah mereka.

Sejarah Hari Buruh DI Indonesia

Bermula dari insiden berdarah Haymarket Affair di Chicago, Amerika Serikat pada 1 Mei 1886, Indonesia juga ikut memperingati tanggal tersebut sebagai hari buruh. Konon, hari buruh pertama di Asia diperingati pada 1 Mei 1918 di Hindia Belanda, ketika Serikat Buruh Kung Tang Hwee Koan menggelar perayaan Sneevliet dan Baars dari Persatuan Sosial Demokrat Hindia Belanda (ISDV) juga hadir Tapi penduduk asli belum tertarik dengan isu ini.

Baru pada peringatan hari buruh tahun 1921, HOS Tjokroaminoto ditemani muridnya, Sukarno, berpidato. Ia mewakili serikat buruh di bawah pengaruh Sarekat Islam.

Pada 1923, Semaun, Ketua Umum Pertama Partai Komunis Indonesia (PKI), berpidato. Ia menyerukan pemogokan buruh, dan Menjelang perlawanan PKI pada 1926–yang akhirnya gagal–hari buruh ditiadakan. Tekanan terhadap serikat buruh pun terjadi di mana-mana. Hari buruh tak lagi bisa dirayakan.

Baru setelah Indonesia merdeka, 1 Mei 1946, perayaan itu kembali diperbolehkan, bahkan dianjurkan oleh kabinet Syahrir. Begitu menurut peneliti dari Pusat Studi Asia Tenggara (CSEAS) Universitas Kyoto, Jafar Suryomenggolo.

Pada 20 April 1948, pemerintah menetapkan UU No 12/1948 tentang Kerja. Isinya menetapkan pada 1 Mei buruh dibebaskan dari kewajiban bekerja. Selain itu juga sejumlah larangan yang melindungi anak dan pekerja perempuan, termasuk soal waktu menyusui, cuti melahirkan, dan cuti haid.

Kemeriahan pun mewarnai peringatan hari buruh 1 Mei 1948.

Ada sekitar 200 sampai 300 ribu orang berkumpul di alun-alun Yogyakarta.Euforia itu kemudian berkembang menjadi aksi demonstrasi. Pada 19 Mei 1948 ribuan buruh dan petani mogok. Mereka menuntut pembayaran upah yang tertunda setahun lamanya.

Layaknya api menyambar, satu aksi menyulut aksi lain. Baru setelah Perdana Menteri Mohammad Hatta mengadakan pertemuan dengan pimpinan Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) pada 14 Juli 1948, pemogokan berhenti.Tuntutan buruh tak berhenti di situ. Pada periode 1950-an berbagai serikat buruh konsisten melakukan aksi mogok. Kala itu mereka memperjuangkan Tunjangan Hari Raya (THR).

Pemerintah mengeluarkan Peraturan Kekuasaan Militer Pusat No 1/1951. “Aturan larangan pemogokan ini menjadi rangka awal keterlibatan militer dalam urusan perburuhan –dan menjadi pola umum dalam menundukkan kaum buruh, yang berlanjut hingga di masa Orde Baru,” ungkap Jafar.Pada September 1951, pemerintah mengeluarkan UU Darurat No. 16/1951 untuk menggantikan peraturan sebelumnya. UU Darurat kemudian diganti menjadi UU No. 22/1957.

Di antara kurun waktu penggantian tersebut, tepatnya tahun 1954, perjuangan buruh memperlihatkan hasil. Keluar Peraturan tentang Persekot Hari Raya, Surat Edaran No. 3676/1954 tentang Hadiah Lebaran, dan puncaknya Permen No. 1/1961 yang menetapkan THR sebagai hak buruh.

“THR menjadi satu contoh bagaimana hasil perjuangan serikat buruh pada akhirnya dapat dirasakan oleh masyarakat luas, dan malah kemudian menjadi kebiasaan umum,” terang Jafar.

Istilah karyawan–karya (kerja) dan wan (orang)–mulai diperkenalkan lewat Operasi Karya pada 1960.

“Operasi Karya mengizinkan penggunaan ABRI dalam proyek-proyek pembangunan pemerintah di bidang produksi dan distribusi dalam semua tingkatan hingga rehabilitasi dan pembangunan pedesaan,” tulis David Reeves dalam Golkar: Sejarah yang Hilang.

Istilah karyawan mulai populer pada zaman orde baru. Pemerintah menggunakannya sebagai pengganti kata buruh yang dinilai politis karena lekat dengan gerakan kiri.Sedikit cerah, kemuraman kembali menyelimuti dunia buruh dengan dimulainya era orde baru. Pada 1 Mei 1966, menteri tenaga kerja pertama era Orde Baru, Awaloedin Djamin, sempat menetapkan peringatan hari buruh.

Pemerintah bertindak represif pada buruh yang melakukan aksi mogok kerja. Pegiat hak buruh ditangkap, bahkan dibunuh. Marsinah, buruh PT Catur Putera Surya di Sidoarjo, Jawa Timur, adalah salah satu korban yang tewas pada Mei 1993.Buruh tak gentar. Pada 1 Mei 1995, Pusat Perjuangan Buruh Indonesia (PPBI) menggelar aksi di Jakarta dan Semarang.

Aksi represif itu justru membuat buruh makin berani. Setiap 1 Mei, mereka rutin beraksi di penjuru Indonesia.Era orde baru usai dengan lengsernya Suharto pada 1998. Buruh semakin leluasa bersuara.

BJ Habibie, presiden pertama era reformasi meratifikasi konvensi ILO No. 81 tentang kebebasan berserikat buruh. Ini diikuti keluarnya Undang-undang No. 21 Tahun 2000.Gerakan serikat pekerja atau serikat buruh pun bermunculan. Ribuan buruh kembali beraksi pada 1 Mei 2000. Bukan hanya dari pagi sampai matahari terbenam, mereka beraksi tujuh hari lamanya.

Sejak itu, peringatan hari buruh 1 Mei selalu ditandai aksi demo buruh. Umumnya mereka berasal dari Jabodetabek, aksinya di Jakarta.Bentrokan antara buruh dan aparat keamanan, bahkan buruh dengan buruh sering terjadi.

Akhirnya pada 1 Mei 2013, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan, mulai tanggal 1 Mei 2014, hari buruh resmi jadi hari libur nasional. Kala itu, kata SBY delapan dari 10 negara ASEAN sudah menetapkan hari buruh sebagai hari libur.

Tradisi demonstrasi saban 1 Mei masih terawat hingga kini. Sementara Amerika Serikat yang jadi ‘inspirasi’ tanah air justru memilih hari Senin pertama September sebagai hari buruh nasional.

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini