Jayapura, Malanesianews,– Ketua DPR Papua, Jhony Banua Rouw didampingi Wakil Ketua III, Yulianus Rumboiruss dan salah satu anggota kelompok khusus, Yonas Nusi menjelaskan, bahwa Komnas HAM menunjukan komitmen mengawal proses penegakan hukum terhadap pelanggaran HAM di Papua.
Hal ini tidak semata-mata kekerasan yang dilakukan oleh oknum aparat keamanan, tetapi juga dibidang sosial yaitu pendidikan, kesehatan maupun ekonomi.
“Ada juga catatan terkait hak suara Pemilu di tahun 2024 dimana kami sampaikan bahwa peluang terjadi pelanggaran HAM ini sangat terbuka. Banyak warga punya hak pilih dan dipilih tidak akan menggunakan hak pilihnya sebab regulasi PKPU menegaskan bahwa yang berhak menggunakan hak pilih adalah masyarakat yang memegang E-KTP dan di Papua masih banyak sekali yang tidak memiliki E-KTP,” ucap Jhony.
Artinya, orang yang tidak memiliki E-KTP tidak akan terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap dan sudah terlihat dari adanya penurunan jumlah DPT yang signifikan.
“Ini kami juga minta dijadikan catatan bagi komnas HAM sehingga semua bisa terakomodir secara baik. Jika pemerintah pusat menyatakan yang boleh memilih adalah yang punya E-KTP maka pemerintah wajib memberikan pelayanan E-KTP hingga ke tingkat kampung. Tapi nyatanya hingga kini itu belum dilakukan,” terang Ketua DPRP.
Melihat situasi tersebut, DPRP merasa perlu diambil langkah soluktif. Jika Pemerintah Pusat tidak mampu melayani pembuatan E-KTP hingga ke kampung-kampung, maka masyarakat Papua harus diberikan kekhususan dimana mereka boleh memilih tanpa menggunakan E-KTP. “Itu satu opsi yang bisa dilakukan,” sarannya.
Hal lain yang disampaikan DPRP adalah bagaimana menyiapkan regulasi yang memiliki nilai afirmasi namun diskriminasi. Artinya, ada Perdasi Perdasus yang dirancang oleh DPRP, tapi memberikan ruang kepada masyarakat asli Papua. Misalnya menganai kesempatan mendapatkan pendidikan khusus sekolah kedinasan, STPDN, Telkom, PLN ini harus berpihak pada Orang Asli Papua.
“Lalu kesempatan untuk berusaha dimana hanya boleh dilakukan oleh pengusaha asli Papua dan ini kami sampaikan juga kepada Komnas HAM. Jadi memang sifatnya diskriminasi tapi positif, untuk memberi ruang kepada orang asli Papua agar bisa mendapat kesempatan lebih bersaing dengan mereka yang sudah matang lebih dulu,” pungkasnya.
(AIS)