Jakarta, Malanesianews, – Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional atau Regional Comprehensive Economic Partnership ( RCEP) ditandatangani Menteri Perdagangan Republik Indonesia (Mendag RI) Agus Suparmanto di Istana Bogor, Jawa Barat.
Proses penandatanganan perjanjian tersebut disaksikan langsung oleh Presiden Joko Widodo. Adapun RCEP disepakati oleh Indonesia bersama sepuluh negara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), negara di Asia Pasifik seperti Korea Selatan dan China, dan negara di Benua Australia seperti Australia dan Selandia Baru, Minggu (15/10).
Perjanjian kerja sama tersebut dilakukan sebagai puncak Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) RCEP keempat yang menjadi bagian dari rangkaian KTT ASEAN ke-37. Agus mengatakan, penandatanganan RCEP merupakan pencapaian tersendiri bagi Indonesia di kancah perdagangan internasional.
“Indonesia patut berbangga karena RCEP merupakan kesepakatan perdagangan regional terbesar dunia di luar Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang digagas oleh Indonesia saat menjadi pemimpin ASEAN pada 2011,” kata Agus.
Penilaian tersebut ditinjau dari cakupan dunia untuk total Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 30,2 persen, Investasi Asing Langsung (FDI) sebesar 29,8 persen, penduduk dengan nilai 29,6 persen dan perdagangan sebesar 27,4 persen. Perolehan itu berada sedikit di bawah Uni Eropa yang tercatat sebesar 29,8 persen.
Karena itu, Agus berharap, RCEP dapat mendorong percepatan pemulihan ekonomi dunia dari resesi global terparah sejak perang dunia kedua ini. Efek RCEP bagi Tanah Air Pengamat ekonomi dari Hinrich Foundation Stephen Olson mengatakan, RCEP memang tidak selengkap perjanjian regional lainnya seperti Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CP-TPP). Namun demikian, RCEP cukup komprehensif, terutama dalam merespons dampak Covid-19 terhadap sektor ekonomi.
Kedekatan geografis juga menjadi keuntungan tersendiri bagi negara-negara yang terlibat dalam RCEP. Berbeda dengan perjanjian CP-TPP atau Trans Atlantik yang mengharuskan perjalanan lintas samudera. Olson mengatakan, beberapa tahun ke depan value chain akan lebih pendek dan menghindari value chain lintas samudra.
Dengan RCEP negara-negara di Asia Timur, Asia Tenggara, Australia, dan Selandia Baru yang dekat secara geografis dapat lebih mudah bersatu, tumbuh, dan menguat bersama. Senada dengan Olson, Mendag Agus menilai RCEP akan mendorong Indonesia masuk ke rantai pasok global dengan dua cara yaitu backward linkage dan forward linkage. Indonesia dapat memasok kebutuhan bahan baku yang kompetitif ke negara RCEP lainnya.
Melihat hal tersebut, Agus yakin RCEP akan berubah menjadi sebuah ‘regional power house’.
“Indonesia harus memanfaatkan arah perkembangan ini dengan segera memperbaiki iklim investasi, mewujudkan kemudahan lalu-lintas barang dan jasa, meningkatkan daya saing infrastruktur, suprastruktur ekonomi, dan terus mengamati sekaligus merespons tren konsumen dunia,” kata Agus.
Telah melalui perundingan panjang Gagasan RCEP dicetuskan pertama kali oleh Indonesia kala menjadi pemimpin ASEAN pada 2011. Tujuan awal gagasan ini adalah mengonsolidasikan lima perjanjian perdagangan bebas (FTA) yang sudah dimiliki ASEAN dengan enam mitra dagangnya.
Untuk “menjual” konsep ini Indonesia melakukan diskusi terlebih dahulu mengenai pembahasan RCEP kepada 10 negara anggota ASEAN lainnya. Setelah semuanya setuju, konsep ini disampaikan pada lima negara mitra FTA ASEAN. Perundingan yang dilakukan oleh Kepala Negara dari 16 negara itu akhirnya melahirkan kesepakatan untuk meluncurkan RCEP pada 12 November 2012 di Phnom Penh, Kamboja. Indonesia akhirnya ditunjuk sebagai ketua Trade Negotiating Committee (TNC) RCEP pada 2013.
Karena posisinya ini, pada 2018, Indonesia memberikan arahan dan target pencapaian kepada lebih dari 800 anggota delegasi yang terbagi ke dalam berbagai kelompok kerja dan subkelompok kerja.
Dalam perjalanannya, perundingan RCEP tidak berlangsung tanpa kendala. Perbedaan tingkat ekonomi negara peserta menjadi salah satu tantangan yang harus dihadapi. Selain itu, perbedaan ambisi dari setiap negara kerap membuat perundingan yang berlangsung jadi memanas. Sudah kewajiban bagi Indonesia sebagai ketua TNC untuk mampu meredam tensi yang mulai meninggi.
“Selama lebih dari delapan tahun berunding, tidak satu kali pun ada negara yang melakukan walk out dari perundingan,” ujar Agus. Menurut Agus, penguasaan seni berunding secara plurilateral, kesabaran, dan bahkan sense of humor dari Ketua TNC, yang akhirnya mampu mempertahankan jalannya perundingan secara produktif.