Jakarta, Malanesianews, – Lembaga Bantuan Hukum Pijar (LBH-Pijar) mengapresiasi langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mengangani dugaan tindak pidana korupsi pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 di Kabupaten Mimika, Papua.
Hal itu disampaikan Sekretaris LBH Pijar Daud Wilton Purba, saat ditemui di Gedung KPK pasca melakukan pertemuan bersama Biro Humas KPK. (21/12/2020), Daud mengatakan bahwa LBH Pijar yang dalam hal ini bertindak sebagai Kuasa Hukum dari salah satu media yang berpotensi dikriminalisasi karena telah memberitakan penetapan tersangka dalam kasus ini menjadi ‘clear’ dari tuduhan penyebaran berita bohong atau hoaks.
Menurutnya, KPK tidak menampik adanya beberapa pihak yang telah ditetapkan sebagai
tersangka dalam kasus proyek pembangunan Gereja kingmi yang telah menelan anggaran lebih dari seratus milyar tersebut.
Lebih lanjut Daud menjelaskan, “Kasus ini sesungguhnya sudah on the right track, hanya
saja berdasarkan kebijakan Pimpinan KPK terbaru bahwa penyampaian perkembangan
perkara termasuk pengumuman penetapan tersangka dilakukan setelah upaya paksa
berupa penahanan tersangka”. ujarnya.
“Kami LBH Pijar sangat mengapresiasi pertemuan bersama KPK hari ini. Karena dengan adanya pertemuan tersebut maka kasus ini semakin terang menderang. Namun tidak
semua hasil pertemuan ini bisa disampaikan ke publik”.
Apalagi kata Daud, KPK dalam menjalankan proses penyidikan dan penindakan tentu
berlandaskan pada prinsip-prinsip kehatian-hatian dan kerahasiaan, Hal ini dilakukan
semata-mata guna menjamin efektifikas kerja-kerja KPK.
Meskipun begitu, ia meyakini bahwa tentunya KPK akan terus menyampaikan progres perkembangan penanganan perkara terlebih apabila telah dilakukan upaya paksa.
Kendati demikian, Daud menghimbau agar masyarakat menghargai proses hukum yang
sedang berjalan di KPK dengan tetap mengedepankan asas presumption of innocent dan masyarakat diminta untuk tidak menghalang-halangi apabila KPK hendak melakukan upaya penindakan.
Ia mengingatkan, “Berdasarkan ketentuan Pasal 21 UU No 31/1999 sebagaimana telah
diubah dengan UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Setiap
orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan atas tersangka atau terdakwa ataupun saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun”. tandasnya.