Jakarta, Malanesianews, – Dinilai mendiskriminasi minyak sawit yang tidak digunakan dalam bahan baku biodiesel di EU. Indonesia akan memasuki tahap sidang kedua pada akhir tahun ini.
Indonesia menghadapi Uni Eropa (EU) dalam gugatan diskriminasi sawit atas kebijakan Renewable Energy Directive (RED) II dan Delegated Regulation (DR).
“Pada kesempatan ini Indonesia akan kembali menyampaikan argumen faktual dan hukum bantahan yang sudah disampaikan sebelumnya melalui submisi tertulis secara lisan menanggapi pertanyaan lebih lanjut dari panel dan pihak lainnya,” ujar Direktur Pengamanan Perdagangan Kementerian Perdagangan Natan Kambuno, Selasa (23/11).
Natan menyebut bahwa Indonesia tetap dalam posisinya bahwa EU melalui kebijakan RED II dan DR telah melakukan diskriminasi perdagangan terhadap Biofuel berbahan baku kelapa sawit. Kelapa sawit dinilai EU menjadi penyebab deforestasi.
Melalui gugatan ini Indonesia tidak menggugat tujuan kebijakan iklim EU. Indonesia pun memastikan telah memiliki komitmen yang sama seperti halnya EU dalam Paris Agreement.
Dalam hal ini, Indonesia mengharapkan EU dan negara-negara lainnya menekankan kerjasama. Isu lingkungan diharapkan tidak digunakan menjadi kampanye gelap bagi sawit. “Bukannya menerapkan kebijakan diskriminasi terselubung yang justu menghambat upaya-upaya keberlanjutan Indonesia,” ungkap Natan.
Selain Indonesia, isu sawit juga menjadi perhatian Malaysia sebagai negara penghasil sawit. Namun, dalam persidangan kali ini, Indonesia melakukan gugatan sendiri. “Indonesia sendiri. Malaysia mau ikut sebagai third party dalam DS593 tapi Indonesia tidak setuju dan Panel WTO juga sudah putuskan tidak melibatkan Malaysia,” jelas Natan.
Malaysia juga telah mengajukan gugatan ke WTO terkait masalah serupa. Gugatan itu telah terdaftar di WTO dengan kasus DS600.