Jakarta, Malanesianews, – Direktur Pengembangan Produk Ekspor Kemendag, Olvy Andrianita mengatakan, rempah-rempah Indonesia memang diminati dan dibutuhkan oleh pasar dunia, salah satunya vanilla. Selain untuk kebutuhan makanan dan minuman, rempah vanilla juga digunakan untuk industri kosmetik.
“Di sini saya juga paparkan beberapa komoditi yang menjadi keunggulan kita contohnya vanilla, vanilla ini sebagai bahan baku industri makanan minuman, kemudian kosmetik,” kata Olvy dalam webinar Strategi Diversifikasi dan Adaptasi Produk Ekspor Rempah-Rempah di Masa dan Setelah Pandemi Covid-19, Kamis (25/6).
Dia mengatakan, importir terbesar rempah vanilla Indonesia adalah negara AMerika Serikat (47,73 persen), Prancis (18,10 persen), Jerman (9,31 persen), Kanada (5,80 persen), Jepang (2,73 persen), Belanda (2,22 persen), Mauritius Afrika Timur (2 persen), Switzerland (1,27 persen), Australia (1,25 persen), dan Italy (1,19 persen).
Dia menjelaskan, saat ini Indonesia di urutan kedua eksportir vanilla sebesar 8,71 persen. Sedangkan urutan pertama ditempati Madagaskar sebesar 55,35 persen. Kemudian di urutan ketiga Prancis (7,43 persen), Kanada (6,43 persen), dan Jerman (4,97 persen).
“Indonesia ini eksportir kedua Indonesia masih kecil 8,71 persen di mana dominasi utama yang terbesar itu masih di Madagaskar, Saya kira bagaimana kita berjuang untuk menjadikan produk vanilla kita lebih baik dibandingkan produk negara-negara lain,” ujarnya.
Saat ini, Kemendag memiliki prospektif tujuan ekspor komoditas terpilih. Seperti di tahun 2019 dibagi menjadi dua, yakni negara tradisonal dan non tradisonal.
Untuk negara tradisional, Olvy menyebutkan ada lima negara yang prospek ekspor rempahnya di dominasi ke negara berikut, yakni Amerika serikat sebesar USD 144,62 juta, India USD 100 juta, Vietnam USD 90,25 juta, China USD 47,12 juta, dan Belanda USD 31,81 juta.
“India posisi nomor dua walaupun India juga sebetulnya merupakan eksportir ke dunia jadi sebetulnya pesaing buat kita, begitu juga dengan Vietnam kita ekspor ke Vietnam rempah-rempah tapi Vietnam juga jago rempah-rempah ke dunia, Jadi ini yang bagaimana kita menyikapi ini semua,” ujarnya.
Sementara untuk negara non tradisional, ada Saudi Arabia USD 13,27 juta, UAE USD 12,62 juta, Pakistan USD 11,29 juta, Kanada USD 10,80 juta, dan Thailand USD 7,70 juta.
“Jadi ini yang mewarnai prospek tujuan ekspor komoditi rempah saat ini, jadi saya kira negara-negara lain yang mempunyai potensi yang besar itu seperti Eropa Timur negara-negara pecahan dari Bosnia itu juga bisa kita kembangkan termasuk Rusia di dalamnya,” katanya.
Olvy menambahkan, bukan hanya Uni Eropa saja yang bisa dikembangkan tapi juga dengan negara-negara yang sudah memiliki perjanjian dengan Indonesia seperti Perjanjian Perdagangan Bebas (Free Trade Agreement), Mozambik, Australia, dan lainnya. “Perlu kita sikapi karena pasalnya sudah terbuka dan ada perjanjian akan lebih mudah bagi kita untuk memasuki pasar negara-negara tersebut,” tandasnya.