Dinilai Melanggar UU Pemilu Batas Waktu Pleno Rekapitulasi Suara, KPU dan Bawaslu Keerom Bakal Dilaporkan ke DKPP

0
2202

Jayapura, Malanesianews, – Proses Rekapitulasi Hasil Perhitungan Perolehan Suara Tingkat Provinsi Papua oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Papua masih terus berlangsung, bertempat di hotel Horison, Entrop, Kota Jayapura, Papua.

Diketahui, pada tanggal 10 Maret 2024 KPU Provinsi telah selesai melakukan rekapitulasi hasil perolehan suara dari KPU Kabupaten Keerom. Namun terdapat kejanggalan karena berita acara KPU Keerom baru ditetapkan pada tanggal 8 Maret 2024.

Sedangkan berdasarkan ketentuan Pasal 413 ayat (3) UU 7/2017, batas waktu pleno rekapitulasi tingkat Kabupaten/Kota paling lambat 20 hari setelah hari pemungutan suara. Artinya pleno rekapitulasi tingkat Kabupaten/Kota sudah harus selesai pada tanggal 5 Maret 2024 terhitung sejak hari pencoblosan 14 Februari 2024.

Advokat Mahkamah Konstitusi (MK) Baharudin Farawowan yang juga sebagai Caleg DPR RI Dapil Papua ketika dihubungi melalui via telephone mengatakan, penetapan hasil rekapitulasi diluar ketentuan undang-undang mengenai batas waktu adalah cacat hukum.

“Batas waktu yang ditentukan oleh UU itu untuk menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan, sehingga apa yang dilakukan KPU dan Bawaslu Kabupaten Keerom menimbulkan ketidakpastian hukum dan menciderai rasa keadilan serta cacat hukum,” ujarnya.

Ia mengaku, dirinya turut hadir pada saat pleno rekapitulasi berlangsung tanggal 5 Maret 2024 di Gedung Pramuka, Swakarsa, Keerom, Papua. “Saya saat pleno tanggal 5 Maret ada di lokasi karena saya pikir ini pleno terakhir,” ungkapnya.

Menurutnya, pernyataan Ketua KPU Keerom Melianus Gobay saat memimpin rapat pleno yang mengatakan bahwa pada jam 23.59 harus dilakukan skorsing sambil menunggu himbauan dari Bawaslu Keerom dan pleno akan dilanjutkan kembali tidak memiliki dasar hukum.

“Ketentuan batas waktu dalam UU harus dirubah oleh UU bukan dengan himbauan Bawaslu, bahkan Presiden Jokowi sekalipun. Sehingga pernyataan Ketua KPU Keerom tidak memiliki dasar hukum dan penetapan hasil rekapitulasi KPU Keerom tertanggal 8 Maret 2024 telah melanggar ketentuan Pasal 413 UU 7/2017 tentang Pemilu dan harus dinyatakan batal demi hukum,” terangnya.

Farawowan juga menjelaskan, KPU hanya bisa menunda tahapan pemilu jika terjadi keadaan mendesar/terpaksa (force major) seperti kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam atau gangguan lainnya yang mengakibatkan tahapan penyelanggaraan belum bisa dilanjutkan, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 431 Ayat (1) UU 7/2017.

“Kita semua tahu bahwa sejak pelaksanaan pencoblosan tanggal 14 Februari hingga saat ini tidak ada bencana alam atau kerusuhan di Papua ini, sebagaimana yang dimaksud dalam UU Pemilu tentang penundaan penyelenggaraan Pemilu,” tegasnya Farawowan.

“Tim hukum saya di Jakarta akan segera melaporkan KPU dan Bawaslu Keerom ke DKPP karena secara jelas-jelas telah melakukan pelanggaran Kode Etik Penyelanggaraan Pemilu,” tutupnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini