Situasi Ekonomi Indonesia Terus Membaik, Bappenas Prediksi Tren Positif ini Akan Berlanjut Hingga Tahun Depan

0
492

Jakarta, Malanesianews, – Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengatakan setelah terkontraksi cukup dalam hingga 5,32 persen pada triwulan II 2020 akibat pandemi Covid-19, ekonomi Indonesia terus menunjukkan perbaikan signifikan, ditandai dengan proyeksiatas triwulan IV 2020 yang melanjutkan pemulihan ekonomi.

Di tiga bulan terakhir 2020, kontraksi pertumbuhan ekonomi diprediksi akan lebih rendah dengan harapan menuju positif.

Terus beranjak positif sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia di Maret silam, realisasi pertumbuhan ekonomi 2020 diperkirakan tetap akan terkontraksi dengan capaian pertumbuhan ekonomi lebih rendah dari target 5,3 persen yang ditetapkan di awal tahun.

Meski masih terkontraksi, ekonomi yang terus pulih disebabkan beberapa kebijakan yang dipayungi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan setelah sebelumnya didahului Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020.

Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menjabarkan sejumlah kebijakan tersebut, di antaranya kebijakan refocusing, realokasi anggaran kegiatan nonprioritas, hingga pemberian paket stimulus untuk mitigasi pandemi Covid-19.

“Stimulus tersebut diberikan Pemerintah Indonesia melalui insentif pajak, tambahan belanja negara, serta pembiayaan anggaran untuk menangani masalah kesehatan, perlindungan sosial, dan dukungan kepada dunia usaha dan pemerintah daerah. Mengacu pada Nota Keuangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara 2021, pemerintah mengalokasikan anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional mencapai Rp 695,2 triliun atau diperkirakan setara dengan 4,2 persen PDB,” ujar Suharso, Jumat (14/12).

Selain itu, dilihat dari sudut pandang moneter, strategi pemulihan ekonomi dari Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga berkontribusi terhadap pemulihan ekonomi.

Di November 2020, BI menurunkan tingkat suku bunga acuan BI 7-day Reverse Repo Rate hingga 3,75 persen dan menerapkan quantitative easing demi ketersediaan likuiditas di pasar keuangan, sementara OJK mengambil langkah relaksasi dan restrukturisasi pinjaman untuk menjaga kesehatan sektor keuangan, termasuk perbankan yang saat ini kondisinya relatif baik dengan Capital Adequacy Ratio di atas 20 persen dan Non-Performing Loan di bawah 5 persen.

Ekonomi Indonesia sempat menghadapi tantangan saat pandemi Covid-19 berujung pada capital outflow serta depresiasi nilai tukar rupiah di atas Rp 16.500 per USD dan turunnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), lebih rendah dari 4.000 di akhir Maret 2020. Dengan berbagai kebijakan, nilai tukar rupiah menguat ke Rp 14.000 per USD di awal Desember 2020, sementara IHSG kembali ke kisaran 6.000.

Perbaikan pasar saham dan penguatan nilai tukar rupiah menjadi cerminan keyakinan tinggi untuk berlanjutnya pemulihan ekonomi Indonesia di triwulan IV 2020.

“Selain itu, stabilitas makroekonomi juga tercermin dari tingkat inflasi yang stabil, defisit neraca berjalan yang rendah, dan cadangan devisa yang tinggi. Dengan berbagai perkembangan tersebut, proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia direvisi dengan cepat. Dampak ekonomi yang pada awalnya diperkirakan akan berbentuk V, berubah menjadi huruf U atau bahkan huruf L. International Monetary Fund yang pada awal 2020 memprediksi pertumbuhan ekonomi dunia akan mencapai 3,3 persen, merevisi proyeksi tersebut menjadi -4,4 persen pada Oktober 2020. Lembaga internasional lain seperti Bank Dunia hingga Organisation for Economic Co-operation and Development juga memperkirakan terjadinya resesi dunia, dengan pertumbuhan ekonomi masing-masing sebesar -5,2 persen dan -4,5 persen pada 2020,” papar Suharso.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini